Bandar Lampung, (ForbidLampung.id) –Ratusan massa yang hadir dan tergabung dalam Aliansi Masyarakat Peduli Pendidikan Lampung (AMP3L) gruduk Mapolresta Bandar Lampung untuk mempertanyakan penanganan kasus dugaan pemalsuan dokumen Yayasan Universitas Malahayati (Unmal), Senin (14/4/2025).
Kombes Pol Alfert Tilukay menerima massa yang di hadiri mahasiswa , staf universitas dan petugas keamanan yang mendatangi polresta Bandar Lampung pada pukul 14.00 WIB.
Ratusan massa yang tergabung mendesak aparat kepolisian agar segera menindaklanjuti laporan dan menetapkan tersangka atas dugaan pemalsuan tersebut.
Koordinator Lapangan AMP3L, Dimas, menyatakan bahwa konflik internal yang berkepanjangan telah menimbulkan ketidakpastian dan menggerus kepercayaan publik terhadap institusi pendidikan tersebut.
“Pertama, kami menuntut Kapolresta untuk berani menegakkan supremasi hukum. Kami telah melaporkan kasus ini dengan nomor: LP/B/1601/X1/2024/SPKT/POLRESTA BANDAR LAMPUNG, dan bukti-bukti telah kami serahkan,” ujarnya.
Dimas menilai bahwa aparat penegak hukum seharusnya sudah cukup memiliki dua alat bukti untuk menetapkan tersangka dalam kasus ini.
“Menurut kami, sudah cukup dua alat bukti. Maka tidak ada alasan lagi bagi Kapolresta untuk menunda penetapan tersangka pemalsu dokumen akta Yayasan Universitas Malahayati,” tegasnya.
Ia juga menyoroti bahwa oknum-oknum yang terlibat dalam dugaan pemalsuan tersebut merupakan salah satu penyebab utama konflik yang terjadi di lingkungan kampus.
“Kami yakin Kapolresta Bandar Lampung tidak bisa diintervensi oleh siapa pun, kecuali oleh kebenaran itu sendiri. Oleh karena itu, kami mendesak agar penegakan hukum dilakukan secara adil tanpa pandang bulu,” tambahnya.
Aksi ini juga diselimuti suasana emosional saat seorang petugas keamanan yang mengaku diberhentikan secara tidak adil tanpa melalui prosedur menyampaikan keluhannya.
“Saya sudah bekerja di kampus ini selama bertahun-tahun, datang paling awal dan pulang paling akhir, bahkan tetap bekerja di hari libur. Tapi saya diberhentikan tanpa penjelasan. Hari ini saya berdiri bukan sebagai karyawan, tapi sebagai orang yang diperlakukan tidak adil,” ungkapnya.
Staf universitas lainnya turut menyampaikan keprihatinan atas konflik internal yang telah berdampak buruk terhadap suasana kerja. Mereka menegaskan bahwa universitas telah menjadi tumpuan penghidupan banyak keluarga.
Perwakilan mahasiswa yang hadir dalam aksi tersebut juga menyampaikan bahwa mereka turun ke jalan bukan sebagai bagian dari konflik, melainkan sebagai generasi muda yang peduli terhadap integritas dan keadilan di institusi pendidikan.
“Kami bukan bagian dari konflik keluarga. Ini sudah masuk ranah pidana, dan kami ingin kasus ini diselesaikan secara hukum,” ujar salah satu mahasiswa.
Sementara itu, Presiden BEM Universitas Malahayati, Muhammad Kamal, menanggapi pernyataan Kapolresta saat aksi damai dinilai subjektif dan memihak
“Mahasiswa tidak ingin memikirkan dan terlibat dalam konflik tersebut. Ini adalah konflik keluarga. Yang kami inginkan adalah penyelesaian kasus pidana secara hukum yang berlaku, jika sudah ada tersangka segera tetapkan tersangka dan ditangkap,” ujar Kamal.(Red)